Selasa, 20 April 2010

Grafik dan pengolaan citra (operator Prewit)





Terlampir adalah Proses Operator Prewit pada Gambar Plat Nomor

Grafik Dan Pengelolaan Citra (Opreator Gauus)





Terlampir adalah Proses Operator Gauus pada Gambar Plat Nomor

Grafik & Pengolaan Citra (Operator Robert)





Terlampir adalah Proses Operator Robert terhadap Gambar Plat No

Garifik dan pengolaan citra (Operator Sobel)





Berikut adalah proses operator sobel untuk gambar Plat Nomor

Rabu, 07 April 2010

Penalaran Deduksi Secara Langsung

Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (observasi empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi – proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui. Proses inilah yang disebut menalar.
Dalam penalaran, proposisi yang dijadikan dasar penyimpulan disebut dengan premis (antesedens) dan hasil kesimpulannya disebut dengan konklusi (consequence).

Penalaran Deduksi Secara Langsung

Keterangan :
S = Kesimpulan
P = Pemis

RUMUS 1
Semua S adalah P
Sebagian P adalah S
Contoh :
1. Semua harimau adalah bertaring
sebagian yang bertaring adalah harimau
2. Semua pria adalah menyukai warna hitam
Sebagian warna hitam adalah disukai pria

RUMUS 2
Tidak satupun S adalah P
Tidak satupun P adalah S
Contoh :
1. Tidak satupun keledai adalah kuda
Tidak satupun kuda adalah keledai
2. Tidak satupun lemari es adalah lemari makan
Tidak satupun lemari makan adalah lemari es
3. Tidak satupun coklat adalah tanah
Tidak satupun tanah adalah coklat

RUMUS 3
Semua S adalah P
Tidak satupun S adalah bukan P
Contoh :
1. Semua orang utan adalah mamalia
Tidak satupun orang utan adalah bukan mamalia
2. Semua yang bernafas adalah makhluk hidup
Tidak satupun yang bernafas adalah bukan makhluk hidup
3. Semua cicak adalah hewan melata
Tidak satupun cicak adalah hewan yang tidak melata

RUMUS 4
Tidak satupun S adalah P
Semua S adalah tak P
Contoh :
1. Tidak satupun langit cerah adalah mendung
Semua langit cerah adalah tak mendung
2. Tidak satupun ulat adalah karnivora
Semua ulat adalah bukan / tak karnivora

RUMUS 5
Semua S adalah P
Tidak satupun S adalah tak P
Tidak satupun tak P adalah S
Contoh :
1. Semua ular adalah memiliki lidah bercabang dua
Tidak satupun ular yang tidak memiliki lidah bercabang dua
Tidak satupun yang tidak memiliki lidah bercabang dua adalah ular
2. Semua otak manusia adalah untuk berpikir
Tidak satupun otak manusia adalah bukan untuk berpikir
Tidak satupun yang tidak untuk berpikir adalah otak manusia

Sabtu, 20 Maret 2010

Deduksi tidak langsung

Silogisme kategorial

** Semua unggas berbulu ** Semua bunga berwarna
bebek adalah unggas mawar adalah bunga
jadi bebek berbulu jadi mawar berwarna


Silogisme Hipotesa

** Jika dibakar lilin meleleh
Lilin dibakar, jadi lilin meleleh
jika lilin tidak di bakar lilin tidak meleleh
lilin tidak dibakar, jadi lilin tidak meleleh

** jika dibanting gelas pecah
gelas dibanting, jadi gelas pecah
jika gelas tidak dibanting gelas tidak pecah
gelas tidak dibanting, jadi gelas tidak pecah

silogisme alternatif

**ular adalah reptil atau mamalia ** rambutan berwarna biru atau merah
ular adalah reptil rambutan berwarna merah
jadi ular bukan mamlia jadi rambutan bukan berwarna biru

Entimem

** dia tidak pernah menyisir rambutnya karena dia berkepala botak
** dia selalu solat tiap hari karena dia beragama islam

Rabu, 24 Februari 2010

Tugas Kelompok (Penalaran Induksi)

Penalaran Induksi adalah cara menarik kesimpulan yang bersifat umum dari hal yang khusus. Penalaran Deduksi adalah cara menarik kesimpulan berdasarkan dua kebenaran yang pasti dan tak diragukan lagi. Induksi berawal dari pengamatan dan pengetahuan inderawi. Sementara, deduksi terlepas dari pengamatan dan pengetahuan inderawi.
Aristoteles dalam filsafat Barat dikenal sebagai Bapak Logika Barat. Logika adalah salah satu karya filsafat besar yang dihasilkan oleh Aristoteles.
Sebenarnya, Logika tidak pernah digunakan oleh Aristoteles. Logika dimanfaatkan untuk meneliti argumentasi yang berangkat dari proposisi-proposisi yang benar, yang dipakainya istilah analitika. Adapun untuk meneliti argumentasi-argumentasi yang bertolak dari proposisi-proposisi yang diragukan kebenarannya, dipakainya istilah dialektika.
Inti logika adalah silogisme. Silogisme adalah alat dan mekanisme penalaran untuk menarik kesimpulan yang benar berdasarkan premis-premis yang benar adalah bentuk formal penalaran deduktif. Deduksi, menurut Aristoteles, adalah metode terbaik untuk memperoleh kesimpulan untuk meraih pengetahuan dan kebenaran baru. Itulah metode silogisme deduktif.
Silogisme adalah bentuk formal deduksi. Silogisme mempunyai tiga proposisi. Proposisi pertama dan kedua disebut premis. Proposisi ketiga disebut kesimpulan yang ditarik dari proposisi pertama dan kedua. Tiap proposisi mempunyai dua term. Maka, setiap silogisme mempunyai enam term. Karena setiap term dalam satu silogisme biasa disebut dua kali, maka dalam setiap silogisme hanya mempunyai tiga term. Apabila proposisi yang ketiga disebut kesimpulan, maka dalam proposisi yangketiga terdapat dua term dari ketiga term yang disebut tadi. Yang menjadi subjek konklusi disebut term minor. Predikat kesimpulan disebut term mayor. Term yang terdapat pada dua proposisi disebut term tengah.
Pola dan sistematika penalaran silogisme-deduktif adalah penetapan kebenaran universal kemudian menjabarkannya pada hal yang lebih khusus.


Apa yang disebut sebagai ‘problem of induction’ (masalah induksi) adalah salah sebuah masalah epistemiologi yang tidak pernah selesai. Sejak pertama kali diangkat oleh David Hume pada abad ke-18, banyak filsuf yang begumul dengan tantangan Hume tersebut dan menghasilkan berbagai upaya kreatif untuk menyelesaikan (atau melenyapkan) masalah ini.

Masalah mendasarnya dapat diringkas sebagai berikut. Misalkan kita mengamati sejumlah besar obyek yang memiliki sifat A dan mendapati bahwa semua obyek tersebut juga memiliki sifat B; secara alamiah kita akan menyimpulkan bahwa semua obyek yang memiliki A juga memiliki B — termasuk obyek-obyek yang kita belum pernah amati (atau tidak dapat kita amati). Pertanyaan yang diangkat oleh Hume adalah: Apa justifikasi rasional terhadap inferensi (kesimpulan) seperti itu? Secara lebih umum dapat diringkas, apa alasan untuk percaya bahwa kesimpulan kita tentang hal-hal yang teramati dapat diperluas (dengan probabilitas) untuk mencakup hal-hal yang tidak teramati? Pertanyaan dasar tersebut seringkali diformulasikan menggunakan kerangka temporal/waktu sebagai berikut: Apa alasan yang kita miliki untuk percaya bahwa kita dapat mengambil kesimpulan yang dapat diandalkan tentang hal-hal yang terjadi di masa depan (tidak teramati) berdasarkan hal-hal yang terjadi di masa lampau (teramati)?

Sayangnya kesimpulan Hume adalah kita tidak tidak memiliki alasan yang kuat untuk percaya bahwa bahwa kesimpulan induktif memiliki justifikasi. Jadi, masalah induksi adalah bagaimana memberi jawaban terhadap Hume dengan mengemukakan alasan yang kuat untuk mempercayai bahwa “prinsip induksi” (yaitu prinsip yang mengatakan bahwa hal-hal di masa depan yang tidak teramati menyerupai hal-hal di masa lampau yang sudah teramati) benar. Jawaban tersebut sangat dibutuhkan karena sebagian besar riset ilmiah didasarkan pada penalaran induktif — demikian pula kesimpulan yang kita ambil tiap hari tentang apa yang kita pikir akan terjadi di dunia.

Dalam tulisan ini saya akan meringkas upaya yang paling signifikan untuk menyelesaikan masalah induksi dari perspektif sekuler; yaitu tanpa memperkenalkan tema-tema ‘religius’ seperti rancangan ilahi atau pewahyuan. Secara ringkas saya juga akan menjelaskan mengapa setiap upaya ini tidak menyelesaikan masalah.


Logika
Logika dapat didefinisikan sebagai : pengkajian untuk berfikir secara sahih.
Logika dipakai untuk menarik kesimpulan dari suatu proses berpikir berdasar cara tertentu, yang mana proses berpikir di sini merupakan suatu penalaran untuk menghasilkan suatu pengetahuan.
Cara berpikir secara logis terbagi dua, yaitu : induksi dan deduksi
Induksi merupakan suatu cara berpikir di mana ditarik suatu kesimpulan yang bersifat umum dari berbagai kasus yang bersifat individual.
Deduksi adalah suatu cara berpikir di mana dari pernyataan yang bersifat umum ditarik kesimpulan yang bersifat khusus.
Contoh suatu pemikiran induksi :
fakta memperlihatkan : kambing mempunyai mata, gajah mempunyai mata, begitu pula singa, kucing dan binatang-binatang lainnya. Secara induksi dapat disimpulkan secara umum bahwa: semua binatang mempunyai mata.
Contoh suatu pemikiran deduksi :
contoh berikut memakai pola berpikir yang dinamakan silogismus, suatu pola berpikir yang sering dipakai dalam menarik kesimpulan secara deduksi.
 Semua mahluk mempunyai mata (Premis mayor)
 Si Polan adalah seorang mahluk (Premis minor)
 Jadi si Polan mempunyai mata (Kesimpulan)
Penarikan kesimpulan secara deduksi harus memenuhi syarat:
Premis mayor harus benar
Premis minor harus benar
Kesimpulan harus sahih (mempunyai keabsahan)
2. Penalaran
 Penalaran merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia, karena dengan adanya penalaran pada manusia, maka manusia dapat seperti sekarang ini dan menjadi penguasa di bumi, tempatnya hidup.
 Kemampuan menalar menyebabkan manusia mampu mengembangkan pengetahuan yang merupakan rahasia kekuasaannya.
Manusia secara terus menerus, melalui ilmu pengetahuannya, harus mengambil pilihan: mana jalan yang benar mana yang salah, mana tindakan yang baik mana yang buruk dan apa saja yang indah dan apa saja yang jelek.
Manusia mampu mengembangkan pengetahuan karena dua hal :
 Pertama, manusia mempunyai bahasa yang dapat dipakai untuk berkomunikasi
 Kedua, manusia mempunyai daya nalar, yang dipakai untuk mengembangkan pengetahuan dengan cepat dan mantap menurut suatu alur pikir tertentu
Hakikat Penalaran
Penalaran dapat dikatakan sebagai suatu proses berpikir dalam menarik suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan.
Penalaran menghasilkan pengetahuan yang dikaitkan dengan kegiatan berpikir dan bukan dengan perasaan.
Berpikir adalah suatu kegiatan untuk menemukan pengetahuan yang benar.
Sebagai kegiatan berpikir, maka penalaran mempunyai ciri-ciri tertentu:
 Pertama, adanya suatu pola berpikir yang secara luas dapat disebut logika
 Kedua, adanya proses analitik dari proses berpikirnya
a. Berpikir logis adalah kegiatan berpikir berjalan menurut pola, alur dan kerangka tertentu (frame of logic) tegasnya, menurut logika berpikir yaitu :deduksi-induksi ; rasionalism-empirism; abstrak-kongkrit; apriori-aposteriori).
b. Berpikir analitis adalah konsekuensi dari adanya suatu pola berpikir analisis-sintesis berdasarkan langkah-langkah tertentu (metode ilmiah/penelitian).
Logika ilmiah menggabungkan penalaran induktif dan deduktif atau gabungan empirisme dengan rasionalisme hingga menemukan kebenaran sementara atau hipotesis.
Hipotesis harus dibuktikan melalui kritisisme (Imanuel Kant) seperti yang telah diuraikan dalam kritik ilmu atau Filsafat Ilmu Pengetahuan.
3. Sumber Pengetahuan
Terdapat dua cara pokok untuk mendapatkan pengetahuan yang benar :
a. Berdasar kepada rasio
b. Berdasar kepada pengalaman (empiris)
 Kaum rasionalis menggunakan metode deduktif dalam penalaran. Premis yang dipakai dalam penalaran didapat dari ide yang menurut anggapannya jelas dan dapat diterima. Ide ini dianggap sudah ada sejak dahulu, jadi bukan ciptaan manusia, yang mana manusia hanya memperolehnya dari pemikirannya.
 Kaum empiris menyatakan sebaliknya, bahwa pengalaman diperoleh dari pengalaman yang kongkret, bukan hasil pemikiran yang abstrak
Kriteria Kebenaran
Beberapa teori tentang kebenaran dibahas pada bagian ini.
Teori kebenaran yang pertama disebut : teori koherensi. Di mana suatu pernyataan dianggap benar bila pernyataan itu bersifat koheren atau konsisten denan pernyataan-pernyataan sebelumnya yang dianggap benar.
 Teori yang kedua adalah : teori korespondensi.
 Di mana suatu pernyataan adalah benar jika materi pengetahuan yang dikandung pernyataan itu berkorespondensi (berhubungan) dengan obyek yang dituju oleh pernyataan itu. Contoh : penyataan “Ibu kota Republik Indonesia adalah Jakarta” adalah benar karena bersifat faktual, sementara pernyataan : Ibu kota Republik Indonesia adalah Bandung” adalah salah karena tidak bersifat faktual.
Kedua teori di atas dapat dipergunakan dalam cara berpikir ilmiah.

Sedangkan untuk menemukan kebenaran ilmiah, disamping Logika harus disertai dengan :
1. Penggunaan bahasa yang jelas, mudah ditafsirkan hingga tidak salah persepsi.
2. Penggunaan metode ilmiah seperti yang telah diutarakan dipengembangan ilmu pengetahuan.
3. Penggunaan analisis dan statistik hingga menemukan kebenaran yang dapat dipertanggung jawabkan dan bukan kebenaran karena perasaan atau perkiraan.
Teori lain adalah : teori pragmatis.

Teori ini menyatakan kebenaran suatu pernyataan diukur dengan kriteria apakah pernyataan itu bersifat fungsional dalam kehidupan praktis Dalam teori ini , suatu pernyataan di masa lalu benar, bisa saja menjadi salah pada saat ini.